Webinar Series SDGs Center. Energi merupakan isu sentral dalam wacana pembangunan global saat ini. Transisi energi menuju energi terbarukan kini tengah diupayakan oleh negara-negara di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Namun proses ini tampak menemui banyak kendala. Ketimpangan akses energi masih menjadi persoalan mendasar yang dihadapi di berbagai daerah di Indonesia, terutama di wilayah Indonesia bagian Timur. Atas dasar itu, Divisi Energi Berkelanjutan SDGs Center Universitas Hasanuddin menyelenggarakan webinar untuk menganalisis tantangan dan peluang energi terbarukan di Indonesia.
Kegiatan Webinar Series SDGs Center dibuka oleh Ketua SDGs Center, Dr. Muhammad Yusri Zamhuri. Dalam sambutannya, Dr. Yusri membahas mengenai peran sentral SDGs Center dalam mengawal isu energi terbarukan sebagai bagian dari pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan, khususnya di wilayah potensial pembangunan sumber energi besar yang berada di Indonesia bagian Timur
“Masa depan energi terbesar ada di Sulawesi dan Maluku Utara. Karena itu penting untuk membahas masa depan energi terbarukan di dua pulau tersebut. Harapannya tidak hanya konseptual saja, tapi menemukan semacam draft policy bagi pemerintah nasional dan pemerintah daerah agar ada keterkaitan antara tambang-tambang nikel dan perkembangan energi terbarukan di masa depan”, jelasnya.
Prof. Adi Maulana selaku ketua divisi Energi Berkelanjutan SDGs Center dan juga sebagai moderator Webinar Series SDGs Center ini, dalam pengantarnya menekankan peran penting akademisi dalam menjawab tantangan menuju energi terbarukan di Indonesia.
“Indonesia ini ternyata memiliki potensi energi terbarukan yang besar, Misalnya geotermal, pembangkit energi tenaga bayu di Jeneponto yang satu-satunya di di Indonesia. Kita sebagai akademisi memiliki tanggung jawab moral untuk mengkaji ini, paling tidak mencerahkan masyarakat, kepada pemerintah. At the end of the day renewable energy di Indonesia yang kabarnya sekitar 400 Giga watt dapat direalisasikan. Kita tahu 2050 diharapkan energi terbarukan bisa mencapai 30% pemanfaatannya di Indoesia”, jelas Guru Besar Teknik Geologi UNHAS ini.

Webinar Series SDGs Center ini menghadirkan beberapa pembicara dari latar belakang kepakaran di bidang energi terbarukan diantaranya Desti Alkano, Ph.D. (co-founder dan associate researcher Energy Academy Indonesia atau ECADIN), Dr. Nugroho Agung Pambudi (pakar energi geotermal dari Universitas Sebelas Maret), Dr. Ikhlas Kitta (Dosen Tekni Elektro UNHAS), dan Dr. Phil. Net. Sri Widodo (Dosen Teknik Pertambangan UNHAS).
Baca Juga : Menguatkan Peran Mahasiswa UNHAS Dalam Mewujudkan SDGs.
Para narasumber mengupas tuntas peluang dan tantangan energi terbarukan di Indonesia. Desti Alkano sebagai pembicara pertama, dalam presentasinya memaparkan pentingnya peningkatan sumber daya manusia Indonesia dalam proses transisi menuju energi terbarukan
“Sebab meskipun potensi energi terbarukan di Indonesia sangat besar, sejauh ini kita belum bisa menjadi provider teknologinya”, ujar lulusan doktor Universitas Groningen ini. Salah satu dasar itu yang mendorong dirinya dan beberapa rekan mendirikan ECADIN sebagai platform berbagi pengetahuan mengenai energi terbarukan untuk mengisi gap yang ada dalam upaya menuju penggunaan energi terbarukan di Indonesia.
Sementara itu, Dr. Ikhlas Kitta, di awal presentasinya menyoroti ketimpangan akses energi listrik di Indonesia. Kondisi kelistrikan di pulau-pulau kecil, tapi di pulau besar sulawesi justru kelebihan listrik. Tantangan melistriki pulau-pulau kecil yang di depan mata kita (pulau-pulau kecil) sangat tinggi.
“Di makassar, kita kelebihan pasokan listrik, sementara ada pulau-pulau kecil di depan mata kita, bahkan 500 meter dari kota makassar masih terbatas listrik. Padahal secara data, klaim dari pemerintah, sekitar 99% listrik rumah tangga sudah teraliri. Di kecamatan Singkarang ada 13 pulau. Memang ada listrik di sana, tapi yang ada malam hari saja, dan itupun sumbernya dari PLTD, sifatnya swadaya. Tantangan kita adalah melistriki pulau-pulau kecil yang ada di depan mata kita”, kata Dosen Teknik Elektro UNHAS ini.
Narasumber ketiga merupakan Dosen Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret, Dr. Nugroho Agung Pambudi yang membawakan materi mengenai potensi energi geotermal atau panas bumi di Indonesia dan menjelaskan mekanisme produksi geotermal dan teknologinya
Dalam pemaparannya, Dr. Agung menjalaskan bahwa Indonesia secara keseluruhan memiliki total potensi 28 Gigawatt. Sumatera punya potensi panas bumi 45%, jawa, dan sulawesi, serta pulau-pulau kecil. Tapi pembangkit sebagian besar ada di pulau jawa. Lokasi yang kapasitasnya paling besar adalah gunung salak, yang dikelola oleh Cevron.
Dirinya menjelaskan salah satu tantangan mengapa produksi energi panas bumi kurang maksimal melalui pengalaman penelitiannya di Dieng, Jawa Tengah.
“Saat penelitian tentang panas bumi di Dieng, saat ini kapasitasnya 60 MW, itu kapasitas terpasang. Namun banyak hambatan, misalnya silica. Tantangannya, kontrol fluida panas bumi sangat sulit dilakukan, berbeda dengan batu bara yang fluidanya cendrung lebih mudah dikontrol. karenanya palng banyak hanya 70% panas bumi yang bisa dimaksimalkan”, ujarnya.
Narasumber terakhir adalah pengajar Departemen Teknik Pertambangan UNHAS, Dr. Phil. Nat. Sri Widodo. Dosen lulusan Jerman ini memberikan contoh pendampingan UNHAS dalam implementasi energi terbarukan di Kabupaten Jeneponto.
“Kita mengedukasi masyarakat untuk melakukan Tranformasi energi dari biomassa (kayu bakar) ke briket batu bara untuk UMKM. Selanjutnya dari briket batu bara ke PLTS, dan juga kedepannya akan fokus pada energi bersih”, ungkapnya.
Dr. Sri Widodo juga menjelaskan rencana strategis UNHAS kedepannya dalam menjadikan Kabupaten Jeneponto sebagai mitra SDGs Center dalam mendorong transformasi menuju energi terbarukan dan energi bersih di Indonesia.
Transformasi menuju energi terbarukan di Indonesia
Keempat narasumber dalam seri webinar ini menyepakati pada beberapa poin tantangan utama dalam transformasi menuju energi terbarukan di Indonesia. Dari data-data lingkungan Sulawesi Selatan, potensi energi matahari di 3 pulau lokasi penelitian Dr. Ikhlas, rata-rata 5,87 kWh/m2/hari, artinya lebih layak untuk membuat pembangikt listrik tenaga surya. Namun tantangan yang masih dihadapi hari ini adalah tampak batu bara masih menjadi opsi pembangkit energi yang lebih murah. Terbukti, target 23% Energi Terbarukan nasional dan di Sulawesi Selatan targetnya 40 megawatt tapi hanya terealisasi 1 megawatt.
Sementara itu, Dr. Nugroho nejleaskan bahwa Indonesia terletak di cincin api, memiliki sumber panas bumi yang melimpah dan yang paling besar di seluruh dunia. Namun, target produksi energi energi terbarukan di Indonesia yang 23% masih jauh dari pencapaian, hanya terealisasi Kurang dari 6%, 2,13 GW.
‘”Meskipun kita pesimistis karena sangat susah. Kebijakan hari ini kurang menggenjot potensi tersebut sehingga hingga hari ini hanya bisa mencapai 2 gigawatt. Ketika harga fosil fuel murah, maka geotermal tidak akan ada yang tertarik. Kalau fossil fuel lebih tinggi maka renewable energy adalah salah satu solusinya”, doktor lulusan University Kyushu, Jepang ini.
Kolaborasi penting dalam mempercepat transformasi energi terbarukan di Indonesia. Dr. Sri Widodo menjelaskan, “Perlu ada kolaborasi dengan pemerintah daerah dan perusahaan pembangkit linstrik untuk mendukung UMKM di Jeneponto. Karena potensi energi yang sangat banyak di kabupaten Jeneponto, di masa depan kabupaten Jeneponto bisa menjadi leading dengan potensi tersebut
Senada dengan itu, Dr. Desti konsisten mengedepankan kolaborasi berbagai pihak terutama dalam hal pengarusutamaan informasi mengenai Renewable Energy.
Menjawab pertanyaan salah satu peserta dari Society of Renewable Energy Indonesia mengenai peran akademisi dalam mendorong isu energi terbarukan, Dr. Desti menerangkan, “Kita sebagai akademisi bisa buat seperti crowd knowledge (urun pengetahuan). Kalau lewat ECADIN sendiri kita buat beberapa program belajar bersama membuat studi kelayakan potensi energi terbarukan di berbagai daerah. Kita bisa sekalian mengembangkan cluster ekonomi kemaritiman, mengharapkan ekademisi bisa berkontribusi langsung untuk pengembangan ke masyarakat”.
Hadir juga sebagai peserta seri webinar ali ini Dr. Musri yang merupakan anggota Dewan Energi Nasional (DEN) memberi apresiasi terhadap pelaksanaan seri webinar ini sekaligus memberikan masukan mengenai perlunya meningkatkan kerja sama antara DEN dengan perguruan tinggi.
Mewujudkan energi berkelanjutan masih menjadi tantangan Indonesia hari ini, sebab fosil fuel masih menjadi pilihan paling murah. Tetapi dengan upaya menggali dan memaksimalkan potensi alternatif dan investasi pada sumber daya manusia, kebijakan, dan ekonomi serta memperkuat kolaborasi dari berbagai pihak, maka target transformasi energi terbarukan di Indonesia target dicapai secara optimal.
Materi-materi dari para narasumber dalam webinar ini dapat diunduh di sini.